Breaking News

Masyarakat Minta KPK Tuntaskan Kasus Benur

Realitapost.com, Bengkulu – Masih ingatkan kasus benur yang ditangani oleh KPK-RI yang sempat menghebohkan indonesia pada awal tahun 2021, ditangkapnya Edy Prabowo selaku Menteri kelautan ketika itu, masih meninggalkan misteri.

Atas OTT nya KPK waktu itu menyeret nama Suharjito Sebagai Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP), yang mana perusahaan yang dimiliki suharjito beroperasi di provinsi bengkulu tepatnya kabupaten Kaur.

Dalam sidang lanjutan perkara mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Suharjito mengaku pernah memberikan uang kepada Rohidin Mersyah (Gub Bengkulu) dan Gusril Pausi (Mantan Bup Kaur). Namun, dia berdalih uang itu sebagai Corporate Social Responsibility (CSR) terkait kegiatan Pilkada. (Baca Babe 9 mei 2021).

Menurut Ketua DPW Kibar Nasional M.J Anton Hilman,SE, (07/01/22) Kita tahu bahwa dana CSR itu bukan peruntukan PILKADA, Dana CSR itu untuk kesejahteraan masyarakat Bengkulu dalam penanggulangan sosial masyarakat sesuai amanah Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) serta Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan Terbatas (“PP 47/2012”) dan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (“UU 25/2007”).

dalam Pasal 74 UUPT dan penjelasannya. Pengaturan ini berlaku untuk perseroan. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPT, Perseroan (Perseroan Terbatas) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya Pasal 74 UUPT pada dasarnya mengatur mengenai hal-hal berikut ini:

a. TJSL ini wajib untuk perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam. Yang dimaksud dengan “perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam” adalah perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam.

Sedangkan yang dimaksud dengan “perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam” adalah perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.

b. TJSL ini merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

c. Mengenai sanksi, dikatakan bahwa perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban TJSL akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait.

Menurut Anton bahwa Di BAP KPK, Suharjito menerangkan uang yang diberikan berkaitan dengan izin yang diterbitkan Bupati Kaur dan Gubernur Bengkulu yang ditembuskan melalui Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Kaur, Edwar Heppy ketika itu.

“Masa Uang Miliaran yang dikeluarkan oleh suharjito hanya untuk CSR, Gak mungkin lah Suharjito seberani itu mengeluarkan uang kalo tidak ada udang dibalik batu” ujarnya.

Tambah anton kita berharap sekarang keseriusan KPK dalam mengusut tuntas kejadian ini, jangan sampai perkara ini menggantung, kita butuh kepastian hukum, dalam bulan ini kita akan sambangi lagi KPK untuk mendorong kasus ini agar cepat tuntas.

“Jika KPK serius Mengusut ini sudah jelas kok pernyataan dan BAP nya suharjito” tuturnya.

Bagai mana tentang kasus Hiba Koni 15 M? Anton Menyampaikan bahwa dana Hiba Koni ini ditangani oleh Polda Bengkulu, dan sudah menetapkan tersangka dua orang yaitu Mufran Imron Selaku Ketua dan Bendaharanya.

Menurut Anton dana Hiba Koni ini sudah bermasalah dari awal, ibaratnya sudah Keruh di hulu maka otomatis keruh di hilir. Proses Dana Hiba itu satu tahun sebelum dianggarkan semestinya proposal sudah masuk untuk dibahas Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) ketuanya Sekda Prov, kita ingat bahwa Mantan Sekda Prov Novian Andusti ketika itu sampaikan bahwa dana Hiba Koni ini tidak pernah dibahas ditingkat TAPD, tiba-tiba muncul saja dana nya dianggarkan oleh DPRD.

Anton sampaikan Bahwa Dana Hiba itu tidak Boleh dicairkan serentak Semestinya Bertahap, bisa 40-60% atau sebaliknya.”Cair tahap pertama mesti dilaporkan dahulu dan diproses audit, setelah clear baru proses pencairan tahap kedua” katanya.

Penjelesannya anton. Bahwa salah satu pencopotan Sekda waktu itu terkait dengan salah satu dana Hiba ini, sebab novian andusti tidak pernah mengakui bahwa ada pembahasan ditingkat TAPD dana Hiba Koni ini.

“Dalam pergantian pejabat Utama ASN Pemprov ketika itu sangat mendadak, kita bertanya-tanya ada apa sampai hal itu terjadi. baru kita tau bahwa mencuatnya kasus Hiba Koni ini” ungkap anton.

Menurut Anton. Sekda sekarang (Hamka Sabri) harus bertanggung jawab atas kerugian negara 11 miliar lebih, sebab dia lah yang menandatangani Naskah Perjanjian Hiba Daerah (NPHD) itu, kalo dia tidak tanda tangani daerah tidak akan ada kerugian dan termasuk DPRD Provinsi Bengkulu juga bertanggung Jawab atas hal ini sebab DPRD yang Mengesahkan nya.

“kasus ini sangat terang benderang kok, tinggal kita dorong aja lagi kepada Kapolda Baru ini” ungkapnya.

Anton Menghimbau Kita bersama-sama akan kawal terus kasus ini sampai tuntas sampai ke akar-akarnya, dan dalam waktu dekat juga kita akan lakukan Hearing kepada Kapolda Baru ini pak (Agung Wicaksono.(sumber: coverpublik.com)

Tidak ada komentar